Menyenangkan kalau masih bisa ketemu sama teman2x lama..apalagi orang2 ini adalah yang rela menempuh jahanam ibukota untuk sebuah tawa yang sudah lama tak didengar.Untuk sebuah cerita yang sudah basi dan untuk sebuah pembunuhan waktu kembali pulang.
Saya tak akan bercerita tentang teman saya ini,tapi pembicaraan yang menarik antara sampoerna merah dan marlboro lights menthol.
SM dan MLM berdampingan untuk ( tadinya ) sebuah tujuan mulia.lalu ditengah jalan ketika tidak satupun mengenal pribadi masing2x MLM merasa telah diberikan sebuah kewajiban yang tidak disadari bahwa dia telah menjalani sebuah kewajiban.
SM merasa ooo ya udah...mari dilanjutkan perjalanan ini...karena lingkungan kretek tidak masalah menerima sang rokok putih....
SM tidak menyadari bahwa MLM juga butuh sentuhan kretek sebagai bagian dari perjalananya..ibarat mesin mobil, membutuhkan oli yang harus diganti secara berkala...
MLM ingin SM pun menyadari sebelum MLM sadar bahwa kondisi lingkungan kretek telah membuatnya lupa bahwa dia tetep sosok rokok putih.
SM menyadari dengan cepat bahwa hidup berdampingan dengan rokok putih susah terwujud walaupun lingkungan kretek menerimanya dengan baik.
MLM menyadari bahwa tidak satupun usaha sang kretek membuatnya sebagai ....hanya menjadikannya sesuatu...
menarik sekali kehidupan dua rokok yang sama2x membunuh paru2x...namun tetep belum belajar bahu membahu menyehatkan keduanya. Mereka justru sangat akur ketika ketemu dengan starbeer :)
Menjadikan sesuatu mudah...membuatnya sebagai...itulah proses egoisme bertahap yang tak juga diketahui,daripada mati penasaran menunggu akhir cerita. Putuskan saja endingnya bahwa sampai kapanpun Sampoerna Merah tetaplah Kretek dan Marlboro lights Menthol tetaplah rokok putih walalupun keduanya adlalah sesuatu buat Philip Morris tapi tak menjadi sebagai buatnya...sesuatu itu merupakan asset kuat per individu dan terlalu kuat harus mengalah membaur.
*sebuah obrolan hangat dalam suatu hari*
No comments:
Post a Comment